Hearing Dengan Bapemperda, SP Sumbawa Mendorong Adanya Kebijakan Perlindungan untuk Pekerja Migran
Sumbawa Besar, FokusNTB – Komunitas Solidaritas Perempuan (SP) Sumbawa mengikuti hearing dengan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Sumbawa guna mendorong adanya kebijakan perlindungan pekerja migran khususnya perempuan, karena Perda No 8 tahun 2015 yang saat ini ada tidak relevan dengan UU no 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Kegiatan ini dipimpin oleh Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Sumbawa, Ahmadul Kosasi, SH. Rabu (12/01/2022).
Ermi Alwiah selaku Koordinator Program SP Sumbawa menyampaikan bahwa harus ada Perda baru tentang perlindungan perempuan pekerja migran.
“Perda yang ada hanya 8 pasal yang bicara tentang perlindungan. Perempuan pekerja migran sangat rentang dengan tindak ketidakadilan baik dari proses pra bekerja, bekerja hingga dengan setelah bekerja dengan berbagai macam kasus seperti pemalsuan dokumen, gaji tidak dibayar serta kekerasan baik fisik maupun psikis,” jelasnya.
Ahmadul Kosasi, SH. sangat mengepresiasi kehadiran SP Sumbawa serta sepakat dengan usulan yang disampaikan oleh SP Sumbawa.
“Karena memang sudah saatnya peraturan ini untuk di rubah karena sudah tidak sesuai UU dengan PPMI. Silahkan siapkan draft perubahan Perda dari Solidaritas Perempuan agar bisa didiskusikan lebih lanjut,” ujarnya.
Amir Manuk Allo anggota Dewan Pengawas Komunitas SP Sumbawa menegaskan bahwa di Kabupaten Sumbawa harus ada BLKLN sehingga calon perempuan buruh migran tidak lagi melakukan pelatihan di luar daerah, tentu ini juga akan ada efek domino.
“Berbagai aspek seperti kos-kosan, kios, dan lain-lainnya akan hidup. Sehingga kita harus punya komitmen bersama untuk mendorong adanya BLKLN di Sumbawa,” jelasnya.
Subhan Kabid Penta sepakat atas usulan yang diinisiasi oleh SP untuk melakukan perubahan pada Perda No.8 Tahun 2015.
“Kami dari Disnaker setuju dan Sepakat untuk melakukan perubahan Perda.
Terkait BLKLN sebenarnya tertuang
Pada pasal 42 F dimana ada kewajiban pemda untuk memberikan fasilitas pelatihan untuk calon buruh migran dan memberikan sertifikat bagi para peserta yang mengikuti pelatihan. Dari 14 item hanya dua yang dibiayai oleh pemda yaitu pelatihan gratis dan sertifikat,” ucap Kabid Penta.
Gitta Liesbano, SH, M.Kn, mengungkapkan bahwa BLK itu penting adanya karena pangkal persoalan bermula dari kurangnya kapasitas dari PBM kita.
“Paling penting untuk kita bekali adalah persoalan hukum sehingga CPMI terinformasi dan bisa melakukan pembelaan,” ujarnya.
Adizul Sahabuddin, SP, M.Si menambahkan, bahwa dengan perubahan Perda yang sesuai dengan UU sehingga mampu meminimalisir berbagai bentuk persoalan yang dihadapi buruh migran perempuan,” ucapnya.
Lita, Kabag Hukum Setda Sumbawa sepakat melakukan revisi baik nanti melakukan perubahan atas atau menggunakan judul baru.
“Kami menyadari bahwa Perda ini sudah tidak relevan dari 2018 dan kami mengapresiasi sekali memunculkan ini di tahun 2022. Namun tentu ada prosesnya. Penetapan Ranperda dalam Propemperda sudah lewat,” ucapnya.
Selain itu, Perda ini bisa dilihat seberapa urgent karena untuk masuk ke Propemperda tentu yang benar-benar perioritas. Bukan berarti tidak masuk dalam Propemperda bukan berarti tidak bisa di bahas pada tahun 2022 karena ada aturan tentang akumulatif terbuka dimana adanya keadaan tertentu yang sangat urgency.
“Kita lihat bersama sejauhmana urgency perda ini,” ucap Lita.
Di akhir hearing Ahmadul Kosasi, SH menyampaikan setelah ada draf kita akan melihat Pasal perPasal. “Untuk itu segera buat draf dan sampaikan pada kami,” ungkapnya. (Red)