Satu Kata untuk Rusdianto: Lengkap Seperti Bunga Mawar
Penulis: Riris Tariano
Editor: Aditya Nugraha
Setiap jalan hidup, pasti memiliki kisah indah, serba sulit, susah, bahagia, miskin, kaya dan supel. Semua ini dimiliki oleh seorang Rusdianto. Walaupun, aku lahir belakangan. Tetapi sebagai tetangga sekaligus keluarga dekat yang rumahnya berhadapan sangat kenal dekat dihati. Walau seorang Rusdianto tidak berada di kampung halaman “Bonto”. Kalau mendengar kisah Rusdianto sungguh lengkap. Mulai kenakalan masa – masa kecil sering membuat resah masyarakat sekampung. Tetapi Rusdianto tidak meminum alkohol seperti yang lain. Hobinya berkelahi untuk membela diri karena sering mendapat penghinaan dan olok – olokan dari teman atau orang lain. Masa kecil Rusdianto bersama orangtuanya bukan orang kaya dari lahir, sama seperti kehidupan masyarakat biasa lainnya. Rusdianto tumbuh dalam kehidupan serba terbatas. Sejak dahulu sudah unjuk kemampuan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan seperti halal bi halal, partisipasi panitia pernikahan, Tokal Adat (Arisan Adat) bagi laki – laki dan perempuan yang mau menikah, banyak lagi. Sangat tinggi rasa sosialnya.
Beliau masa kecil sangat rajin sekolah. Saat kawannya bolos sekolah, beliau aktif ke sekolah. Saat sekolah MTsN Empang berjarak sekitar 4 kilometer, pergi sekolah memilih jalan kaki. Teman-temannya sudah pakai sepeda. Sudah tentu pulang sekolah pukul 13.00 siang, tiba dirumah kurang lebih pukul 14.00. jadi ada sekitar 1 jam berjalan kaki. Pulang sekolah tak lantas istirahat dan tidur. Beliau pergi ke sawah membantu kedua orangtuanya yang sedang bertani. Tidak lupa membawa buku bacaan. Ibadah tidak pernah lupa waktu. Karena didikan agama Islam dan etika sopan santun diajarkan kedua orangtuanya begitu keras. Sepulang dari sawah, malam hari menjelang magrib sudah bersiap – siap belajar mengaji dan doa – doa ringan sebagai penuntun dalam hidupnya. Setelah mengaji, lalu belajar hingga larut malam. Menariknya, cara belajar Rusdianto merendam kaki di dalam ember berisi air hangat di campur garam. Hal itu dilakukannya untuk bertahan agar tidak mengantuk.
Subuh sudah bangun kembali, setelah ibadah subuh. Beliau mandi. Karena jam 6 pagi sudah harus jalan menuju sekolah. Tiba disekolah harus pukul 07.00. Itulah dilakukan setiap hari saat sekolah – sekolah di SDN Bonto dan MTsN Empang, Sumbawa. Tetapi Rusdianto berkarakter keras. Jarang membuat kesalahan. Namun, kawan – kawannya selalu mengolok – olok, bahkan sering di tuduh membuat kesalahan. Padahal sesungguhnya tak salah. Pernah suatu waktu saat sekolah dasar kelas 5 SDN Bonto dikeroyok 3 orang sekaligus, hanya karena tidak diberikan pinjaman penggaris olehnya. Rusdianto terpaksa kena keroyok. Pelipis mata luka memar dan kaki alami keseleo. Saat itu, belum ada hukum perlindungan Hak Asasi Anak sebagaimana sekarang ini. Saat ini, guru atau antar murid sekolah berselisih sudah otomatis masuk delik pidana pembulian. Tetapi, dulu Rusdianto tidak pernah terlibat tawuran anak sekolah.
Paling sedih dan terasa simpatik yakni mendengar kisah – kisah Rusdianto dari kedua orangtuanya dari lahir hingga besar. Kenapa? saat lahir umur 3 bulan. Rusdianto pernah jatuh dari sela – sela dinding rumah yang dibawahnya terdapat batu besar. Untungnya saat jatuh itu tidak kena batu. Tetapi tanah. Siapa yang tidak khawatir?. Jelas, kedua orangtua sekiranya Rusdianto sudah meninggal atas musibah jatuh. Alhamdulillah masih hidup dan baik – baik saja. Menyakitkan lagi, saat banyak orang kampung (masyarakat) anggap Rusdianto pembawa sial dan penolak rejeki. Karena dulu ada doktrin di masyarakat bahwa kalau orang cacat fisik seperti mata merupakan pembawa sial. Salah satu hal paling sakit perasaannya ketika sebagian besar pemain bola Abna Jaya Bonto dan termasuk pelatih maupun officialnya yang akan bertanding di Lapangan Hijau Desa Lape, memaksa Rusdianto turun dari truk pemain. Karena menganggap Rusdianto membawa perjalanan pemain sial dan akan kalah. Perasaannya begitu terasa rapuh. Secara serius Rusdianto membatin dan perasaannya menanyakan kepada alam “untuk apa hidup seperti ini kalau sesama telah menghilangkan kemerdekaan dan kebebasan untuk menonton bola” Betapa perih hidupnya yang pahit itu. Rasa kecewa itu tak tertahan. Kemudian Rusdianto pergi menjauh dari truk pengangkut pemain. Lalu berhenti dipojok pagar rumahnya, terisak tangis menyesali hidup yang begitu terpukul karena mata yang dianggap buta dan tak bisa melihat jauh. Rasa ingin menonton terbuncah. Tetapi apalah daya, kendaraan tidak ada. Akhirnya tak jadi pergi menonton. Beberapa tahun berselang, saat sekolah di MAN 3 Sumbawa, malah masuk ke dalam klub bola SMAN 1 Empang tahun 1999 saat itu bermain di lapangan Empang melawan klub bola dari Gapit. Saat itu Rusdianto sempat menolak untuk bermain karena mengingat penghinaan masa lalu yang terus menerus terjadi.
Semasa kecil hingga sekolah tingkat menengah, Rusdianto sering di botakin (cukur plontos) oleh kedua orangtuanya. Tempat cukur dirumah keluarga bernama Rubuk seorang PNS dan tokoh moderat Nadhatul Ulama (NU) Empang Sumbawa. Kisah saat botak ini membuat Rusdianto begitu beringas kepada seorang guru perempuan sedang hamil yang memegang mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas 2 MAN 3 Sumbawa. Banyak saksi bercerita kisahnya saat Guru Bahasa Indonesia memukul kepala botaknya. Saat itu Rusdianto harus terlambat 3 menit karena tak ada kendaraan pergi ke sekolah. Selain itu, Rusdianto pada malam harinya harus mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah Siswa) sehingga keterlambatan tidur. Sementara Guru Bahasa Indonesia itu tak memahami apa yang menjadi tantangan para siswa. Termasuk Rusdianto sendiri. Pagi jam 08.20 masuk kelas. Guru sudah ada dalam kelas sedang membuka kelas belajar. Rusdianto muncul dengan ucapan salam. Guru tersebut, langsung marah “salam salam salam sudah terlambat, tempeleng nanti.” Begitu kata Guru Bahasa Indonesia. Saat itu, Rusdianto sendiri tidak merespon, langsung duduk ditempat duduk biasanya. Namun Guru Bahasa Indonesia itu menghampirinya sambil membawa sapu lidi. Guru tersebut, bicara “mana tugas PR mu, sudah terlambat tidak kerjakan PR.” Begitu kata Guru itu.
Saat Rusdianto mengambil buku yang telah di isi secara lengkap sebagai PR (Pekerjaan Rumah). Belum di sodorkan kepada Guru. Namun, sapu lidi yang dipegang ujung mendarat dikepala Rusdianto. Pukulan telak mendarat dikepalanya itu begitu keras. Saat Guru kembali memukul kedua kali, lalu Rusdianto menangkisnya dan berkata: “Ibu yang baik anda harus memberikan contoh, apalagi anda sedang hamil semestinya tidak menghina saya buk.” Kata Rusdianto. Kemudian Rusdianto pergi dari ruangan kelas dengan memukul pintu kelas dengan sekali pukulan, pintu pun copot. Akhirnya, suara bicara dan pukulan pukulan di dengar oleh seluruh siswa kelas 1 2 dan 3 hingga ruangan belajar kakak kelasnya. Semua keluar dan menyaksikan Rusdianto marah. Kemudian, Rusdianto di sidangkan diruang guru BP (Bimbingan Pendidik) sekarang BK (Bimbingan Konseling). Solusinya Rusdianto di skor sekolah selama sehari dan Rusdianto memilih pulang. Tentu kesalahan berada pada pihak guru yang memukul sebelum bertanya tentang apa, kenapa, bagaimana, kemana sehingga ada keterlambatan sekolah. Begitu seharusnya. Namun, Rusdianto orang yang sabar. Prestasi sejak SD, MTsN, MAN 3 selalu juara mendapat rangking yang bagus. Rusdianto memiliki potensi lain, karir pendidikan sangat moncer. Semangat berjuang tak pernah menyerah untuk menaikan nilai harkat martabat dan derajat strata sosialnya melebihi orang yang senang menghinanya. Langkah pergi kuliah ke Mataram, masuk Fakultas FISIP Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Mataram, menjadi awal dan pintu gerbang meraih apa yang di impikan. Semasa kuliah selalu prestasi baik melalui organisasi maupun internal kampusnya.
Rusdianto seperti bunga mawar yang harum semerbak Kualitas public speaking sebagai orator gerakan perubahan semasa aktivis menjadi nilai tersendiri. Bergenre moderat. Rusdianto tidak pernah melawan pribadi orang lain. Sikapnya tengahan. Dia membantu sesama dan intervensi kebijakan pemerintah untuk manfaat bersama. Namun, simbolisme bunga mawar itu juga berduri. Sering mengigit dan punya karakter pendiam. Rusdianto juga kerap melawan kezaliman kekuasaan, baik yang terjadi pada dirinya tidak akan dilupakan. Ingatan (memori) Rusdianto dalam perjalanan hidup sejak lahir hingga dewasa, tetap ingat. Baik kebaikan orang lain hingga kezaliman orang lain pada dirinya. Karena itulah, Rusdianto kerap jadikan bunga mawar lambang hidupnya dan warna yang disukainya yakni hijau hitam merah dan pink. Diantara warna tersebut paling mencolok warna merah dan pink. Warna tersebut melambangkan seluruh karakter, jiwa dan corak kehidupannya. Bunga mawar memberi arti bagi kehidupan dan perjalanan spritualitas maupun humanisasi seorang Rusdianto. Perubahan soal warna sesuai masa dan waktu perjalanannya. Baginya warna merah hijau dan pink adalah paling sempurna untuk gambarkan hubungan sosial, saling membantu, perjuangan, semangat, persahabatan dan menyayangi kedua orangtuanya. Apalagi Mawar pink terkesan simbol cinta pada kemanusiaan, romantisme, rasa syukur, dan apresiasi terhadap kehidupan yang di jalaninya sebagai penghargaan atas takdir Tuhan sehingga hidupnya berprinsip “sepanjang hidupnya tetap akan menjadi orang yang mengurus segala kepentingan rakyat.
Rusdianto sebenarnya, penuh kelembutan dan kekaguman pada dunia politik dan gerakan rakyat. Dia telah lama menyatukan hati dan jiwanya bersama rakyat. Mau dan rela memasang badan untuk kepentingan rakyat. Dia sempat dilaporkan oleh seorang menteri dianggap cemarkan nama baik.Itulah, kalau kita bertanya apa yang Rusdianto perjuangkan bukan untuk pribadinya. Bahkan untuk rakyat yang sedang lapar akibat kebijakan. Itulah Rusdianto lambangkan kemurnian, kepolosan, kebajikan, simpati, dan spiritualitasnya dijadikan tanggung jawab sosial untuk pembelaan rakyat. Bukan untuk pribadi dan keluarganya. Rusdianto seperti Bunga Mawar yang sangat lengkap dan unik. Apapun warna bunga mawar selalu ada Rusdianto dalam warna itu.
Kisah perjalanan Rusdianto sangat unik untuk ditulis dan sulit dilupakan. Karena dimensi dalam kehidupannya penuh tantangan. Perjuangan paling mengesankan itu agar pendidikannya di Mataram berlanjut. Dia pulang ke Bonto Desa Labuhan Bontong untuk membantu bapaknya yang telah kontrak atau menyanggupi pekerjaan paling berat. Pekerjaan itu bukan main bebannya untuk diselesaikan, yakni membongkar beton jembatan Bonto yang masuk dalam proyek pelebaran jalan dan perbaikan jembatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Proyek itu tahun 2004. Rusdianto sang pekerja keras dan jagoan itu membongkar beton jembatan Bonto hanya dalam sehari. Begitu perkasa bekerja modalnya semangat, memukul beton dengan palu seberat 5 kilogram dan linggis panjang besar. Alatnya cuma dua itu saja. Karena ijin Allah, untuk melanjutkan pendidikan dari biaya proyek bernilai 3 juta Rupiah tersebut, Rusdianto memukul, meruntuhkan dan menggali beton jembatan hanya dalam sehari. Tenaga kuda dan tangan besi, kalahkan tenaga eskavator. Proyek galian itu pun selesai dalam sehari. Belum tentu orang lain bisa merasakan pahitnya kehidupan Rusdianto. Dia sudah lewati semua jalan terjal, bahagia dan sakit – sakitan. Sebagai keluarga dan tetangga depan rumah orangtuanya menyaksikan sendiri oleh mata kepala tentang sebuah cerita hidup perjalanannya.
Saya bangga kelahiran Rusdianto yang dulunya banyak dihina dan dicaci maki. Sekarang, menjadi tokoh nasional yang disegani dan sangat populer. Ketika Rusdianto menjadi calon Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2021 lalu, walaupun itu diluar nalar berpikir masyarakat. Tetapi faktanya Rusdianto mampu memberi arti penting dalam kehidupannya dan mau berjuang untuk masyarakat. Semua masyarakat desa Labuhan Bontong berdoa setiap hari dan bahkan hari Jum’at mendoakan Rusdianto menjadi menteri. Soal realitas takdir jadi menteri atau tidak, itu soal lain. Hanya Allah yang mengerti perjalanan kehidupan Rusdianto. Rusdianto sudah mampu mengangkat derajat harkat martabat masyarakat Pulau Sumbawa, wabil khusus Desa Labuhan Bontong. Siapa lagi yang harus kita banggakan sebagai penerus generasi mendatang. Kalau bukan Rusdianto yang harus kita dukung, lindungi dan tokoh sepanjang masa. Sesuai apa yang Rusdianto ungkapkan “saatnya Kaum Muda Memimpin dan Peran Aktif Urus Rakyat.” Itu pertanda Rusdianto telah menyerahkan sebagian besar waktu, tenaga, materi, dan pikiran untuk masyarakat. Seperti Rusdianto yang rakyat cari dan mari kita ciptakan pemimpin aktif urus rakyat.