BudayaOpiniPeristiwa

Sejarah Tenun Etnis Samawa Dulu dan Kini

oleh Librian Salam Alfani, Mahasiswa Prodi Seni Musik UTS

Provinsi Nusa Tenggara Barat terkenal dengan keindahan alam yang mempesona dan memanjakan mata para wisatawan lokal maupun mancanegara. Sumbawa merupakan salah satu Kabupaten NTB yang menyimpan warisan tradisi dan budaya tak benda yang telah diwariskan oleh orang-orang terdahulu sampai saat ini.  Ada pun warisan budaya tak benda itu seperti musik tradisional, tarian tradisional, kuliner, proses perkawinan, hingga upacara adat istiadat. Namun ada satu tradisi menenun yang dikerjakan oleh perempuan Sumbawa yang keberadaannya kurang diminati generasi masa kini yaitu nesek

Nesek atau menenun merupakan salah satu tradisi seni kriya penghasil kain songket atau kre alang khas Pulau Sumbawa. Era modern kini tradisi nesek sudah bergeser keberadaannya oleh kemajuan zaman teknologi berupa smartphone yang memberi kita jarak untuk berinteraksi sosial. Strategi pemerintah dalam merespon fenomena tersebut ialah bekerjasama dengan pengrajin nesek workshop bersama sebagai upaya pelestarian dan regenerasi pengrajin yang ada di Kabupaten Sumbawa.  

Dusun Samri misalnya, dusun yang berada di desa Poto Kecamatan Moyo Hilir dijadikan sentral tenun oleh pemerintah Kabupaten dan Provinsi. Nama kelompok nesek di dusun Samri ialah “Kemang Langit“ yang beranggotakan lebih kurang 150 orang. Pada prinsip masyarakat dusun Samri anak-anak perempuan di sana dikenalkan dan diajari cara menenun sejak kecil agar tradisi nesek selalu melahirkan regenerasi selanjutnya yang mampu membuat kain songket yaitu kre alang.

Sejarah tradisi nesek sama dengan sejarah tradisi tenun yang ada di berbagai daerah Indonesia, yaitu untuk menjawab kebutuhan sandang akan pakaian manusia. Karena pada sejarah peradaban manusia membutuhkan pakaian sehari-hari yang dibuat dari bahan kulit kayu, daun-daun untuk menutupi bagian tubuh sarung berkain dan lain sebagainya. 

Hasanuddin bercerita awal nesek di Sumbawa dikenal dengan istilah sesek kre bara yang bahannya terbuat dari pohon kapas yang masih dalam keadaan kapas kasar. Lalu mereka menenun, sehingga dulunya kre bara itu hasilnya tebal dan masih kasar sebab kre bara artinya bengkak atau tebal. Lama kelamaan masyarakat pada jaman dulu sudah memiliki keterampilan memintal kapas dengan baik dan halus dalam proses reme dan lain-lain, kemudian baru menghasilkan kain dengan kualitas halus seperti plekat, buyang, dan sebagainya. 

Pada abad ke 15 terjadi pertemuan dengan budaya lain sehingga terjadinya tenun songket memiliki tingkat kerumitan pembuatan yang rumit sebab motif dengan hitungan benang yang dipakai harus tepat. Inilah perkembangan nesek masyarakat Sumbawa, Pada hakikatnya juga setiap wanita dalam satu keluarga di Sumbawa harus mewarisi banyak keterampilan dapur, rias diri, nenun jahit dan lain-lain. Tetapi kemunculan produksi sarung sarung dari luaran daerah Sumbawa mulai dikirim ke daerah-daerah, sehingga tradisi nesek mulai tergeser keberadaan nya. Barulah pada tahun 1970-an pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa mulai menghidupkan kembali tradisi nesek yang ada di desa Poto, Sameri, Alas, Kabupaten Sumbawa Besar.

Adapun perlengkapan alat-alat untuk nesek ialah: tane, sisir, tutuk, perteng, golong, belida, gurin, senepat, apit, lekat, dan senoras. 

Proses tahapan dalam nesek kre alang sebagai berikut:

  • Merane 

Merane adalah proses atau tahapan paling awal dan memakan waktu cukup lama sebelum masuk ke bagian nesek atau menenun. Dalam proses ini pengrajin mula mula merangkai dan memintal benang sesuai kebutuhan pada  alat yang sudah dibuat dari kayu. Menurut kepercayaan tau / orang sumbawa dalam proses ini harus memperhatikan ramalan bulan apakah kapan baik dilakukan proses ini.

  • Setama/isi sisir 

Setelah benang selesai dirane dilanjutkan degan proses kedua memasukkan benang dalam sebuah alat nesek menyerupai sisir satu persatu sesuai jumlah lubang sisir.  Kesabar dan kefokusan dari pengrajin diuji dalam proses ini.

  • Diberlentangkan persiapan sebelum digulung.
  • Setelah diberlentangkan dan digulung baru masuk ke proses selanjut nya.
  • Tata adalah proses pemberian motif pada kaincaranya ialah  memasukkan “ lantas” (lidi) disela benang yang siap di sesek( tenun ) dengan motif yang sudah di sketsa / dirumuskan oleh si pengrajin.
  • Setelah itu baru si pengrajin memasukan semua alat alat untuk nesek seperti ; golong, belida ode, belida rea, gurin dan sebagainya sampai proses nesek /menenun selesai dan menghasilkan kain songket / kre alang.

Bukang Marege (kepiting berjalan merayap).

Contoh di atas merupakan motif kre alang dan filosofis bagi etnis Samawa. Dalam filosofinya adalah bahwa setiap manusia harus selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana dia berada, sebagai implementasi mahluk sosial. Motif ini sudah ada pada zaman kesultanan Sumbawa. 

FokusNTB

Pengelola menerima semua informasi tentang Nusa Tenggara Barat. Teks, foto, video, opini atau apa saja yang bisa dibagi kepada warga. Untuk berkirim informasi silakan email ke fokusntb@gmail.com

Related Articles

Back to top button