BudayaPeristiwa

Yuli Andari Merdikaningtyas: Film Bisa Menjadi Wadah untuk Pemajuan Kebudayaan Lokal Sumbawa

Wawancara Khusus dengan Yuli Andari, Sutradara dan Produser Film “Sang Penerus”

Di sela kesibukannya dalam mempersiapkan Museum Bala Datu Ranga menuju museum berstandar nasional, Fokus NTB menyempatkan diri untuk berbincang dengan Yuli Andari, perempuan kelahiran Sumbawa yang juga seorang Dokumenteris atau tepatnya Sutradara dan Produser bagi puluhan film pendek dan dokumenter yang mengangkat budaya lokal Sumbawa. Sejak 2022, predikat Yuli Andari bertambah sebagai perintis, pengelola, dan pemimpin Museum Bala Datu Ranga yang telah mendapatkan Nomor Pendaftaran Nasional Museum (NPNM) pada tanggal 20 Maret 2022 lalu. Kini, hari-harinya disibukkan dan lebih fokus dalam pengelolaan Museum Bala Datu Ranga, namun film adalah profesi sekaligus kecintaannya dalam mengekspresikan sudut pandangnya.

Melalui komunitas film Sumbawa Cinema Society (SCS) yang didirikannya pada tahun 2014 lalu, Yuli Andari telah mewarnai ekosistem kebudayaan di Sumbawa melalui film-film pendek bernuansa budaya lokal. Meski saat ini SCS sudah bisa ia sapih berlahan-lahan, namun sebagai salah seorang pendirinya, saya masih tergerak untuk memberikan saran pada program-program yang dijalankan SCS.

“Tujuan utama berdirinya SCS adalah sebagai wadah bagi anak muda kreatif yang ingin menyuarakan sudut pandang mereka mengenai peristiwa yang terjadi disekeliling mereka. Tak hanya mengangkat tema budaya sebenarnya, tetapi juga isu sosial, perubahan iklim dan lingkungan, serta isu kesetaraan gender maupun inklusivitas. Namun karena akar dan DNA budaya Tau Samawa itu sedemikian kuatnya, respon spontan mereka ketika menggunakan medium film lebih besar pada peristiwa budaya yang dilihat lalu diangkat melalui film,” ujar Yuli Andari membuka pembicaraan kami, sore hari yang mendung.

Berikut petikan wawancara Fokus NTB dengan Yuli Andari:

Sebelumnya, Selamat kami ucapkan karena “Sang Penerus” film terbaru anda masuk nominasi untuk kategori kompetisi film dokumenter Mahasiswa/Umum dalam Festival Budaya Nusantara 2024. Kalau boleh tahu apa yang melatarbelakangi Anda membuat film dokumenter ini?

Jujur saya katakan, rekaman gambar yang kemudian menyusun alur cerita dalam “Sang Penerus” tidak secara sadar diniatkan untuk menjadi film dokumenter tersendiri, karena sebenarnya tugas saya saat itu adalah sebagai Sekretaris Majelis Adat Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) yang diberikan tanggung jawab oleh PYM Sultan Muhammad Kaharuddin IV sebagai salah satu anggota Tim Pengarah untuk penyelenggarakan Upacara Adat Pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa yang berlangsung 27 – 29 Mei 2024 lalu. Salah satu divisi yang berada dalam pengawasan saya langsung adalah Divisi Publikasi, Dokumentasi, dan Humas acara tersebut. Kebetulan, saya juga seorang sutradara film dokumenter dan mendapat tanggung jawab sebagai penyelia dalam proses dokumentasi melalui foto dan video.

Secara personal, momen penting “Pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa” ini seakan memanggil kembali ingatan saya 13 tahun yang lalu pada saat saya membuat film dokumenter panjang “Kembalinya Sang Sultan” yang memfilmkan dan mendokumentasikan momen bersejarah dalam perjalanan Kesultanan Sumbawa yaitu penobatan Datu Rajamuda (Putra Mahkota) Muhammad Abdurrahman Daeng Rajadewa menjadi Sultan Sumbawa XVIII dengan gelar Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin IV. Momen bersejarah, langka, dan sakral ini merupakan simbol kebangkitan dan revitalisasi adat dan budaya Kesultanan Sumbawa yang telah lama ‘mati suri’ alias vakum. Kevakuman Penobatan Sultan yang termasuk Upacara Adat Besar (Tokal Adat Rea) dalam Kesultanan Sumbawa ini berlangsung selama 70 tahun (pada tahun 2011). Terakhir, berlangsung pada saat Penobatan Sultan Sumbawa XVII, Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin III, ayahanda beliau pada tahun 1931.

Penobatan Sultan Sumbawa XVIII bertujuan untuk menjaga marwah, simbol keberlanjutan, penguatan identitas, pelestarian budaya, dan yang paling penting adalah pengayom masyarakat yang hingga saat ini terikat dalam adat Tau Samawa dibawah naungan hukum adat Kesultanan Sumbawa. Bukan untuk masuk dalam kontestasi tata pemerintahan baru yang diwakili oleh partai politik, seperti yang banyak dialami oleh kesultanan-kesultanan lain di Tanah Air. Jadi, seharusnya kita wajib bersyukur bahwa Sultan Sumbawa dengan teguh menyatakan tidak berpolitik praktis. Beliau mengayomi seluruh masyarakat, beliau menjaga marwah Tau ke Tana Samawa.

Apa makna dari momen ini bagi Anda? Apa yang paling membuat Anda tertarik sehingga tema ini perlu dibagikan melalui film dokumenter?

PYM Sultan Muhammad Kaharuddin IV memiliki visi yang sangat demokratis dan bertujuan untuk menjaga marwah Tau Ke Tana Samawa. Penobatan Sultan Sumbawa secara Adat Tau Samawa dalam pandangan beliau tidak sepenuhnya kembali ke masa lalu dimana patokannya adalah berdasarkan silsilah dan garis darah biru semata, namun justru berpikir ke masa depan, bagaimana Sultan dapat bersama-sama dengan masyarakat Sumbawa memikirkan arah perubahan, mampu melalui resiliensi budaya dengan cara beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan sains.

Terus terang, saya sebagai generasi muda Sumbawa pada saat itu sangat tertarik dengan gagasan beliau, apalagi Adat sudah mulai bisa memasukkan perempuan dalam pengambilan keputusan. Adat bukan lagi mengurusi masa lalu semata dan menjadi tiba-tiba penting pada saat pemilihan kepala daerah tiba. Pasatotang atau nasehat-nasehat Sultan sangat berharga untuk menjadi pedoman masyarakat Sumbawa, tidak hanya di masa lalu hingga masih sangat relevan hingga saat ini.

Upacara pengangkatan Datu Rajamuda atau putra mahkota adalah salah satu momen penting dalam suksesi Kesultanan Sumbawa untuk memastikan telah adanya pengganti atau calon penerus Sultan jika sewaktu-waktu Sultan mangkat. Film dokumenter ini tidak diniatkan sejak awal untuk memiliki nilai estetik tinggi dengan sinematografi yang super, namun justru ada nilai-nilai, nasehat-nasehat, dan petuah bijak yang disampaikan oleh kakek kepada cucu adalah salah satu hal paling manusiawi dalam regenerasi dan transfer pengetahuan antar generasi. Sehingga perlu didokumentasikan, perlu dibagikan sebagai sebuah kebijaksanaan. Saya membayangkan jika banyak generasi muda yang menonton film ini maka akan ada tumbuh budi pekerti yang baik dan dapat secara bijak menilai bahwa Kesultanan Sumbawa memiliki tatacara dan nilai budaya yang sangat adilihung dan patut dilestarikan. (Tim Fokus NTB)

FokusNTB

Pengelola menerima semua informasi tentang Nusa Tenggara Barat. Teks, foto, video, opini atau apa saja yang bisa dibagi kepada warga. Untuk berkirim informasi silakan email ke fokusntb@gmail.com

Related Articles

Back to top button