Budaya

Tradisi Sadeka Ponan, Wujud Rasa Syukur Masyarakat Sumbawa

NAJMUL AKHYAR
Panitia Sadeka Ponan Tahun 2025.

Pesta Ponan merupakan ritual tahunan masyarakat di wilayah tiga dusun yakni Poto, Lengas dan Malili, kecamatan Moyo Hilir, kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Ketiga Dusun ini menurut sejarahnya berasal dari satu rumpun yang sama yaitu dusun Bekat. Pesta yang memiliki nilai adat, keagamaan dan nilai-nilai sosial amat kental, sebagai wujud rasa syukur masyarakat memasuki musim tanam.

Pesta Ponan merupakan adat dan tradisi yang dulunya dimiliki oleh dusun Bekat atau sekarang telah pecah menjadi tiga dusun yang ada di Kecamatan Moyo Hilir yakni: Bekat Poto, Bekat Lengas dan Bekat Malili. Tradisi Ponan sendiri, adalah sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atau sang maha pencipta atas rezeki yang telah diberikannya atas hasil pertanian dan perkebunan setiap tahunnya kepada warga di tiga desa tersebut.

Bukan itu saja, Pesta Ponan juga merupakan ajang silaturahmi antara warga di tiga dusun tersebut yang dulunya merupakan satu keturunan serta amanat dari leluhur mereka atau pendiri dusun Bekat yang lebih dikenal dengan nama Haji Batu atau Abdul Gafar.

Kemeriahan Pesta Ponan tersebut dapat terlihat pada puncaknya yaitu hari Minggu, 16 Februari 2025. Dimana ribuan masyarakat memadati sepanjang jalan menuju lokasi Bukit Ponan (Unter Ponan) tempat dilaksanakannya prosesi acara tersebut. Acara Pesta Ponan yang setiap tahunnya selalu mendapat perhatian bukan saja dari masyarakat sekitar, akan tetapi juga dari desa lainnya yang ada di Kabupaten Sumbawa, bahkan Turis mancanegara pun tak ketinggalan dalam megabadikan moment tersebut.

Pesta Ponan yang biasanya diselenggarakan tepat pada minggu ketiga atau keempat masa tanam padi masyarakat tersebut. Ponan merupakan tradisi turun menurun yang telah mengakar dan telah ada sekitar abad 15 masehi. Berdasarkan legenda Haji Batu atau Abdul Gafar, dimana Haji Batu atau Abdul Gafar yang dimakamkan di Bukit Ponan, diketahui sebagai Tokoh Desa Bekat yang dikaruniakan karomah dan hidayah dari Sang Pencipta Allah SWT.

Demikian juga dengan nama “ Ponan” terinspirasi dari kisah Haji Batu yang arif dan bijaksana dalam memimpin Desa Bekat, dimana setiap permasalahan baik itu masalah dibidang pertanian dan peternakan serta lain sebagainya, harus diselesaikan melalui cara musyawarah dan mufakat diatas Bukit Ponan. Bahkan hingga ajal menjemputnya ia berwasiat kepada keturunannya agar dimakamkan di bawah Pohon Mangga “Po” di unter Ponan (jenis mangga yang banyak tumbuh di sekitar Bukit Ponan).

Beliau berwasiat dalam bahasa Sumbawa, ” lamen kumate kuber ku pang bawa puen pelam “Po” – “Nan”. Artinya jika saya meninggal tolong kuburkan jasad saya di bawah pohon mangga “Po” itu. Atau lokasi Bukit Ponan (Unter Ponan) sekarang didalam Orong Rea, Desa Poto, Kecamatan Moyo Hilir. Kabupaten Sumbawa. Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Terkait dengan tradisi ponan, tradisi ini memiliki ini ciri khas, khususnya pada jenis kuliner yang disiapkan oleh kaum wanita. Dimana setiap kue yang dihidangkan berupa kue tradisional khas Sumbawa mulai dari kue Petikal, dange, buras dan masih banyak lagi. Bukan hanya itu, jenis buah-buahan dari hasil perkebunan mereka juga ikut disajikan kepada para tamu, artinya tidak ada yang satupun kuliner yang dikemas secara modern, proses penyajian dan pembuatan kue ini memiliki makna tersirat serta kemasannya yang tidak melalui pabrik, atau murni dibuat secara tradisional. Inilah salah satu keunikan di acara Ponan ini.

Panitia malam pentas Sadeka Ponan tahun 2025 (dok/ist.)

Sebelum pada acara inti sebagaimana dimaksud diatas, tepatnya Sabtu, 15 Februari 2025 (malam Minggu), dilaksanakan seni pertunjukkan khas Suku Samawa. Yang mana dikenal dengan nama Malam Pentas Sadeka Ponan.

Pada tahun ini malam pentas sadeka ponan dilaksanakan di dusun Bekat (Lengas) masyarakat Dusun Lengas yang menjadi penyelenggara utama kegiatan Ponan tahun ini, yang mana malam pentas sadeka ponan ini menampilkan beberapa kesenian khas daerah Sumbawa seperti Sakeco, Ngumang, Tarian Adat Daerah, Gentao, Barempuk dan masih banyak lagi.

Malam pentas sadeka ponan ini dilakukan secara bergiliran diantara 3 dusun, sebagaimana yang telah disebutkan diatas atas dasar musyawarah dari seluruh elemen masyarakat di tiga 3 dusun tersebut.
Dan yang terakhir penulis berpesan agar adat dan budaya kita Tau Samawa, melalui acara ini dapat terus dilestarikan agar tidak luntur oleh peradaban modern saat ini.

Tak lupa pula penulis ucapkan kepada seluruh jajaran kepanitiaan khususnya Pemerintah Desa Poto, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda dan seluruh elemen yang telah berkontribusi menyukseskan kegiatan ini, kami mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya, apabila ada kesalahan dalam penulisan maupun dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.

Related Articles

Back to top button