Momentum RS Sering: RSUD Sumbawa Harus Capai 85% Pembangunan di 2026, Demi Hibah Alkes Rp105 Miliar

Sumbawa, Fokus NTB – Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa di kawasan Sering kini memasuki masa kritis. Target beroperasi penuh pada awal 2027 bukan sekadar ambisi, melainkan keharusan strategis yang tidak bisa ditunda. Hal ini berkaitan erat dengan peluang besar hibah alat kesehatan (alkes) canggih senilai Rp105 miliar dari program SIHREN (Strengthening Indonesia’s Healthcare Referral Network), yang diperuntukkan bagi jejaring rumah sakit penanganan KJSU-KIA—Kanker, Jantung, Stroke, Uronefrologi, dan Kesehatan Ibu Anak.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.01.07/MENKES/2024, RSUD Sumbawa telah ditetapkan sebagai bagian dari jejaring KJSU-KIA dan menjadi penerima manfaat program SIHREN. Namun, untuk mendapatkan hibah tersebut, dibutuhkan kesiapan mutlak dalam aspek sarana, prasarana, serta sumber daya manusia (SDM).
Direktur RSUD Sumbawa, dr. Mega Harta, MPH., menyampaikan bahwa kondisi fasilitas lama di Jalan Garuda sudah jauh dari kata layak. Bangunan tua, tata ruang yang sempit, dan keterbatasan ruang pelayanan berdampak pada kualitas serta keselamatan layanan.
“Ini bukan hanya masalah kenyamanan, tapi sudah menjadi isu keselamatan pasien. Karena itu, RS Sering harus rampung minimal 85% di tahun 2026 agar bisa mulai operasional penuh awal 2027,” tegas dr. Mega, Jumat (8/8).
Ia menjelaskan bahwa jika pembangunan berjalan lambat dan hanya menyentuh 37% hingga akhir 2025, maka peluang mendapatkan hibah dari SIHREN berisiko hilang. “Hibah ini sangat besar—senilai Rp105 miliar. Kalau tidak siap, kita kehilangan kesempatan emas yang mungkin tidak akan datang dua kali,” imbuhnya.
dr. Mega juga mengingatkan tentang risiko kehilangan SDM spesialis unggulan yang kini sedang menempuh pendidikan lanjut, seperti spesialis jantung di Tiongkok. Jika RS belum siap ketika mereka kembali, ilmu dan keahlian yang telah diinvestasikan akan sia-sia, bahkan bisa membuat mereka pindah ke fasilitas lain yang lebih siap.
“Kita bisa kehilangan mereka, termasuk yang sudah berstatus PNS. Kalau suasananya tidak mendukung, mereka bisa saja keluar. Ini kerugian ganda: keahlian hilang, dan alat canggih pun tidak bisa digunakan tanpa SDM yang kompeten,” jelasnya.
Selain itu, pembangunan sebagian atau parsial dinilai sangat tidak efektif. Rumah sakit adalah sistem pelayanan yang saling terhubung. Menurutnya, memaksakan operasional di fasilitas yang belum utuh justru akan menimbulkan inefisiensi besar dan potensi masalah keselamatan pasien.
“Kita tidak bisa setengah hati. Bangunan tanpa atap misalnya, rentan rusak akibat rembesan air, plafon hitam, dan dak beton melemah. Itu artinya biaya perbaikan baru dan progres pun tertunda lagi,” papar dr. Mega.
Ia juga menyoroti pentingnya kesiapan fasilitas pendukung seperti drainase, area parkir, dan landscape. “Bukan soal estetika saja. Kalau musim hujan tiba, tanpa drainase yang baik, RS bisa banjir dan becek. Ini bisa mengganggu pelayanan dan akses pasien,” katanya.
Menurutnya, tahun 2026 adalah penentu. Jika pembangunan RS Sering tidak dipacu hingga mencapai 85% atau lebih, maka target operasional 2027 dan harapan besar untuk peningkatan kualitas layanan kesehatan di Kabupaten Sumbawa terancam gagal.
“Ini bukan proyek biasa. Ini adalah investasi jangka panjang untuk masyarakat Sumbawa. Momentum 2026 harus dimanfaatkan dengan serius dan penuh komitmen,” tutup dr. Mega.