BeritaPemerintahan

ITK Soroti Revisi RTRW Sumbawa Tanpa Pansus, Warga Lunyuk Resah Sawah Dipatok Perusahaan

Sumbawa, Fokus NTB – Integritas Transparansi Kebijakan Kabupaten Sumbawa (ITK) menyoroti keras proses revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumbawa 2025–2045 yang berlangsung tanpa pembentukan Panitia Khusus (Pansus) di DPRD. Langkah ini dinilai mengabaikan prinsip transparansi dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan strategis daerah.

Presidium ITK, Abdul Haji, S.AP, menegaskan bahwa RTRW adalah dokumen vital yang menentukan arah pembangunan dan pemanfaatan ruang hingga puluhan tahun ke depan.“Tanpa Pansus, DPRD kehilangan instrumen kontrol yang substansial. Publik pun kehilangan ruang untuk ikut memeriksa, mengkritik, dan memastikan kepentingan warga terakomodasi,” tegas Abdul Haji, Sabtu (16/8).

Kekhawatiran Warga Lunyuk

Abdul Haji mengungkapkan, ITK menerima laporan dari warga Kecamatan Lunyuk yang mengeluhkan lahan pertanian mereka sudah dipasangi patok oleh pihak yang mengaku mewakili perusahaan tambang. “Ini mengindikasikan bahwa sebelum revisi RTRW disahkan, sudah ada langkah di lapangan yang selaras dengan rencana korporasi. Patok-patok itu bukan sekadar tanda fisik, tapi sinyal bahwa ruang hidup warga akan berubah drastis,” kata Abdul Haji.

Menurutnya, indikasi tersebut memperkuat dugaan bahwa revisi RTRW diarahkan untuk mengakomodasi pembangunan konveyor PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), salah satu proyek strategis sektor tambang di Sumbawa.

Bupati: Revisi RTRW untuk Kepentingan Strategis Sebelumnya,

Bupati Sumbawa H. Syarafuddin Jarot, M.Pd., dalam sambutan konsultasi publik Revisi RTRW 2025 menyatakan bahwa revisi RTRW diperlukan untuk menyesuaikan arah pembangunan daerah dengan rencana investasi strategis. awal Agustus lalu. Namun, bagi ITK, pernyataan tersebut justru menegaskan bahwa revisi RTRW berpotensi bias pada kepentingan investasi ketimbang kepentingan publik. “Pernyataan Bupati menunjukkan adanya orientasi pada percepatan proyek. Padahal, RTRW bukan sekadar dokumen teknis, tapi instrumen politik ruang untuk memastikan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan sosial-lingkungan,” tegas Abdul Haji.

Minimnya Kepemimpinan Teknis Kritik ITK juga mengarah pada kondisi internal Pemkab Sumbawa. Hingga kini, jabatan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) masih lowong. Padahal, posisi ini krusial dalam memastikan setiap revisi tata ruang didukung analisis teknis yang matang.“Kalau jabatan strategis di bidang teknis masih kosong, lalu siapa yang memastikan bahwa revisi RTRW ini seimbang antara kebutuhan publik dan kepentingan investasi?” ujar Abdul Haji.

Seruan Transparansi dan Moratorium ITK mendesak Pemkab dan DPRD untuk membuka seluruh dokumen revisi RTRW kepada publik serta menunda pengesahan hingga proses yang partisipatif benar-benar terpenuhi. “Kita bicara dokumen yang mengikat lintas periode bupati. Tidak boleh ada kesan tergesa-gesa, apalagi ketika indikasi agenda korporasi sudah terlihat di lapangan. RTRW harus jadi pelindung ruang hidup warga, bukan sekadar legitimasi kepentingan,” pungkas Abdul Haji.

Related Articles

Back to top button