Hukum Kriminal

Ketika Smelter Ada di KSB, Sumbawa Hanya Dapat Debu dan Kerusakan

Oleh : ANRE WIRAWANSA
Sekjen Sumbawa GREEN Action

Sumbawa, Fokus NTB – PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan emas dan tembaga. Sejak tahun 2017, perusahaan ini telah membangun smelter di Kabupaten Sumbawa Barat dengan target operasi penuh pada kuartal keempat tahun 2024. Namun, pembangunan ini menimbulkan pertanyaan besar dari masyarakat Sumbawa terkait dampak lingkungan dan sosial yang mungkin ditimbulkan.

Berdasarkan teori pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development), pembangunan ekonomi seharusnya berjalan seimbang dengan pelestarian lingkungan dan keadilan sosial (Brundtland, 1987). Sayangnya, pembangunan smelter di kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dan Pembangunan conveyor di Kabupaten Sumbawa justru memunculkan kekhawatiran akan terjadinya komplik sosial antara masyarakat Sumbawa besar dan masyarakat Sumbawa Barat (KSB ) yang nantinya akan merajut pada nilai kedaulatan masyarakat SumbawaSelain daripada itu pembangunan kompeyor juga bagian eksploitasi besar-besaran dan kerusakan lingkungan yang tak terkendali.

Pembangunan smelter di wilayah Sumbawa Barat secara otomatis akan memusatkan perputaran ekonomi di sana. Lapangan kerja, alih teknologi, hingga pertumbuhan sektor penunjang akan terjadi di sekitar smelter, bukan di Kabupaten Sumbawa. Sementara itu, warga Sumbawa hanya akan mendapat peran-peran marginal, seperti tenaga keamanan atau operator alat berat—bukan posisi strategis atau teknis yang membuka ruang pengembangan kapasitas jangka panjang.

Salah satu aspek penting dalam pembangunan ini adalah pembangunan conveyor yang bertujuan untuk memindahkan mineral dari Sumbawa Besar ke Sumbawa Barat. Proyek ini disertai dengan penggundulan hutan di wilayah selatan Sumbawa AMNT area yang menjadi lokasi strategis operasional PT AMNT yang berpotensi jelas ini akan menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan.

Pemebangun fasilitas conveyor di wilayah selatan Sumbawa Besar patut dikritisi secara serius. Jika satu-satunya infrastruktur yang dibangun di Kabupaten Sumbawa hanyalah conveyor sementara fasilitas utama seperti smelter dan pabrik konsetrat justru dibangun di Kabupaten Sumbawa Barat maka langkah ini tidak lebih dari bentuk eksploitasi terhadap sumber daya alam Kabupaten Sumbawa.

Tentu Kita tidak bisa menutup mata akan persoalan ini karena kehadiran perusahaan tambang semestinya membawa perubahan yang signifikan bagi daerah di mana mereka beroperasi.

Bukan sekadar menggali lalu mengangkut hasil bumi keluar daerah, tanpa adanya nilai tambah bagi masyarakat setempat. Mengacu pada teori ekologi politik (Political Ecology), pembangunan ekonomi yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan ketidakadilan lingkungan dan sosial (Robbins, 2012).

Pembangunan conveyor saja jelas tidak cukup. Justru ini memberi kesan bahwa Kabupaten Sumbawa hanya dijadikan jalur lintasan, tempat lewatnya hasil tambang, tanpa dihitung sebagai bagian penting dari rantai produksi dan pengembangan kawasan.

Inilah bentuk ketimpangan yang sangat nyata di alami oleh masyarakat Kabupaten Sumbawa khusus nya masyarakat bagian selatan Sumbawa yang merupakan wilayah lingkar tambang yang akan merasakan langsung dampak negatif dari aktivitas pertambangan karena sumber daya alam kita digali, tapi nilai tambahnya lari ke tempat lain.

Kita hanya dijadikan pelengkap, bahkan bisa jadi penonton di atas tanah sendiri. Ini bukan kemitraan yang setara, tapi lebih mirip praktik penjajahan gaya baru—neo-kolonialisme yang dlakukan oleh perusahaan tambang ”Jika PT. AMNT tidak berniat membangun pabrik konsetrat atau industri pengolahan di Kabupaten Sumbawa, dan hanya menjadikan daerah ini sebagai penghubung logistik semata, maka lebih baik perusahaan tersebut tidak beroperasi di sini dan harus kita usir.

Masyarakat Sumbawa tidak membutuhkan proyek tambang yang hanya menyisakan debu, kebisingan, dan kerusakan lingkungan, tanpa manfaat konkret yang bisa dirasakan langsung.Pemerintah daerah tidak boleh diam. Jangan sampai pemerintah kabupaten Sumbawa hari ini adalah bagian dari antek-antek perusahaan, sehingga menutup mata akan persoalan pembangunan conveyor di kabupaten Sumbawa bagian selatan mengingat kerusakan dan kerugian yang didapatkan oleh masyarakat, terutama masyarakat Lingkar tambang.

Sumbawa bukan ladang eksploitatif. Kita punya hak yang sama untuk menikmati hasil dari kekayaan alam yang ada di tanah ini. Jangan biarkan masyarakat kita jadi tamu di rumah sendiri. Mengingat Elang Dodo adalah lokasi garapan jangaka panjang.

Related Articles

Back to top button