
Sumbawa, Fokus NTB – SP Sumbawa berdiri pada 2 Juni 2008 merupakan organisasi gerakan perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan melakukan pembelaan terhadap perempuan yang tertindas dan termarjinalkan. SP Sumbawa melakukan penguatan terhadap perempuan pada 2 konteks yaitu 1. Perindungan Perempuan pekerja migran dan trafficking, 2. Perempuan, keadilan agraria dan kedaulatan pangan dan 3. Perempuan dan keadilan iklim.
Perempuan sangat berperan penting dalam pengelolaan pangan lokal dengan sistem pertanian alami, dimana perempuan memiliki kebutuhan dan kepentingan khusus dan lebih dalam mencukupi kebutuhan pangan untuk keluarga yang berkualitas.

“Namun, berbagai persoalan yang dialami perempuan dalam mengelola sumber pangannya mulai dari penyeragaman benih, penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berdampak pada pengrusakan lingkungan hingga menghilangkan kedaulatan perempuan atas pangannya,” ucap Nurwahdania , Ketua SP Sumbawa, Kamis (16/10/2025).
Selain itu, program dan kebijakan pemerintah seperti Food Estate yang merupakan salah satu Proyek Strategi Nasional (PSN) yang menjadikan sumbawa sebagai lumbung jagung dan menargetkan 1 juta Ton Jagung sejak tahun 2022 dan tahun 2025 pemerintah daerah target produktivitas pertanian sampai dengan 105 Hektar (ha) jagung mengingat produksi jagung sudah mencapai 95.000 hekatere (ha).
“Sehingga banyak terjadi pembukaan lahan baru yang mengakibatkan penggundulan gunung yang berdampak pada kerusakan lingkungan, kekeringan, perubahan cuaca yang tidak menentu, serta terjadinya banjir Dimana-mana meskipun curah hujan rendah serta berdampak pada krisis iklim. Program ini berdampak pada hilangnya benih lokal serta pengetahuan pengelolaan dan pemuliaan benih karena sistem pertanian yang tidak berbasis kearifan lokal. situasi yang ketidakadilan gender yang dialami perempuan tanpa disadari dapat meminggirkan peran perempuan dalam mengelola pangannya sendiri,” jelas Nurwahdania. Karena itu, biaya produksi yang sangat tinggi menuntut petani untuk melakukan peminjaman diperbankan, kemudian petani dihadapkan dengan gagal panen, rusaknya unsur hara tanah serta petani terlilit hutang karena harga jangung pada saat panen raya yang rendah dan tidak sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 5.500 per kilogram (kg) dengan kadar air 18 sampai 20 persen.
“Berkaitan dengan Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 oktober 2025 menjadi momen penting untuk mendorong dan membangun kesadaran terkait pentingnya akan ketersediaan pangan yang bermutu, pentingnya bibit local di lestarikan, serta memelihara alam guna untuk kesejahteraan pangan yang berkelanjutan,” tegasnya.
Berdasarkan situasi diatas, SP Sumbawa menuntut Pemerintah Sumbawa harus menolak Program 1 ton dan meninjau Kembali program dan kebijakan yang mendukung adanya program food estate yang nyata Solusi palsu karena mengakibatkan terjadinya krisis iklim dan pemiskinan pada perempuan di Sumbawa.