Isu Agama Bukan Tameng untuk Menutupi Kejahatan Negara

Oleh: Fahrizal Nur Efendi Ketua DEMA STAI NW Samawa
Sumbawa, Fokus NTB (21/10/2025)—Belakangan ini publik dihebohkan oleh tayangan program Xpose Uncensored di Trans7 yang dianggap menyinggung pondok pesantren dan para kiai. Namun, di balik hiruk-pikuk tersebut, muncul dugaan kuat bahwa isu ini sengaja dimunculkan untuk menggeser fokus masyarakat dari sejumlah kasus besar yang tengah mengguncang negeri.
Fakta menunjukkan, dalam rentang waktu yang berdekatan, publik disuguhi rangkaian peristiwa besar: pengembalian aset kasus PT Timah senilai Rp300 triliun, penetapan tersangka kasus PT Antam yang menyeret keluarga pejabat tinggi, serta pengumuman kenaikan dana reses DPR dan sinyal peningkatan PPN.
Namun seluruh isu strategis tersebut perlahan tenggelam oleh kontroversi seputar tayangan televisi yang menyerempet simbol keagamaan.
Kami menilai pola ini bukanlah kebetulan. Pengalihan isu melalui sentimen keagamaan merupakan strategi lama yang terus diulang—sebuah upaya sistematis untuk membelokkan perhatian publik dari persoalan korupsi, kebijakan bermasalah, dan lemahnya integritas lembaga negara.
Media yang seharusnya berperan sebagai pengawas kekuasaan justru terjebak menjadi alat distraksi, memperkuat narasi emosional, dan melemahkan daya kritis masyarakat.
Kami menegaskan bahwa perdebatan soal etika siar tidak boleh mengaburkan inti persoalan bangsa: pengelolaan uang negara, integritas pejabat publik, dan keadilan bagi rakyat. Isu agama tidak boleh dijadikan alat untuk menutupi kejahatan ekonomi dan politik.
Kami menyerukan agar seluruh elemen masyarakat, termasuk media massa dan komunitas keagamaan, bersatu menjaga rasionalitas publik. Jangan biarkan kemarahan diarahkan ke arah yang salah, sebab di saat perhatian bangsa terpecah, para pelaku kejahatan kekuasaan sedang bekerja dalam senyap.
Kebenaran tidak boleh kalah oleh sensasi. Agama tidak boleh dijadikan perisai bagi korupsi. Media harus berpihak pada nurani, bukan pada kepentingan.