Opini

Pesantren Bukan Simbol Feodalisme, Tapi Benteng Moral dan Perjuangan Bangsa

Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan agama. Ia adalah benteng moral, pusat peradaban, dan kawah candradimuka perjuangan bangsa. Sejak masa penjajahan, pesantren menjadi tempat lahirnya ulama dan santri pejuang yang berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia.

Para kiai dan santri tak hanya menyalakan cahaya ilmu, tetapi juga mengobarkan semangat jihad melawan penjajah. KH. Hasyim Asy’ari dengan tegas mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945—fatwa yang membangkitkan keberanian rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan. KH. Ahmad Dahlan, KH. Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin, hingga ribuan santri di berbagai pelosok negeri turun ke medan pertempuran, mengorbankan darah dan nyawa demi merah putih.

Dari situlah pesantren mendapat tempat istimewa dalam sejarah bangsa. Ia bukan simbol feodalisme, tapi lambang perlawanan dan keteguhan moral. Tradisi takzim santri kepada kiai bukanlah bentuk ketundukan irasional, melainkan penghormatan terhadap ilmu, adab, dan perjuangan. Di sanalah nilai kesetiaan, keikhlasan, dan pengabdian kepada bangsa disemai sejak dini.

Namun, tayangan Xpose Uncensored di Trans7 pada 13 Oktober 2025 justru menampilkan pesantren secara keliru—seolah lembaga ini tempat yang kolot, feodal, dan tertinggal. Framing seperti ini jelas menyesatkan dan mencederai marwah pesantren serta para ulama yang telah berjasa besar bagi bangsa.

Media sebesar Trans7 seharusnya memahami tanggung jawab moral dan etikanya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menegaskan bahwa siaran wajib berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan pemersatu bangsa. Jika media gagal menjaga nilai-nilai itu, maka yang lahir bukan pencerahan, melainkan pembusukan opini publik.

Padahal, pesantren kini telah bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang modern. Banyak pesantren menggabungkan kurikulum agama dengan sains, teknologi, dan keterampilan hidup. Santri masa kini mampu membaca kitab kuning sekaligus merancang inovasi digital. Pesantren telah menjadi ruang kolaborasi antara tradisi dan kemajuan.

Maka, sangat keliru bila penghormatan santri dianggap feodal, sebab dari sikap takzim itulah lahir karakter rendah hati, disiplin, dan berakhlak mulia—nilai yang justru langka di tengah arus materialisme dan krisis moral zaman ini.

Atas dasar itu, kami menyampaikan tiga tuntutan moral:

Trans7 harus menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada seluruh pesantren, ulama, dan kiai di Indonesia.

KPI harus menindak tegas pelanggaran kode etik dan prinsip penyiaran dalam tayangan tersebut.

Media nasional wajib kembali pada jati dirinya sebagai penyampai kebenaran dan penjaga persatuan bangsa, bukan penyebar stigma dan kebencian.

Pesantren adalah benteng moral, tempat lahirnya ilmu, adab, dan perjuangan. Merendahkan pesantren berarti mengkhianati sejarah dan menginjak jasa para kiai serta santri yang telah berjuang demi kemerdekaan Indonesia.

Ketika media lupa arah, pesantren tetap setia menjaga nurani bangsa.

Penulis: Pandu Wira Atmojo, Ketua I Bidang Kaderisasi PMII Cabang Sumbawa.

Related Articles

Back to top button