
Sumbawa, Fokus NTB – Advokat Ahmadul Kosasih, S.H. melontarkan kritik tajam mengenai tata kelola sumber daya alam di Kabupaten Sumbawa. Ia menegaskan bahwa kekayaan alam “Intan Bulaeng” yang dieksploitasi dari bumi Sumbawa harus memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat lokal, bukan dialihkan ke daerah lain.
Kritik ini disampaikannya saat menjadi narasumber utama dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Mendorong Tata Kelola Tambang yang Berkeadilan dan Berkelanjutan untuk Kemandirian Ekonomi Masyarakat” di Desa Jorok, Unter Iwes, Minggu (2/11).
Dalam diskusi tersebut, Ahmadul melontarkan pertanyaan yang menggugah, “Sumbawa dapat apa?”
Ia menilai, pengelolaan sumber daya alam di Sumbawa masih jauh dari prinsip keadilan dan keberlanjutan.
“Kalau Intan Bulaeng dibawa ke tempat lain, apa yang didapat oleh Kabupaten Sumbawa? Jangan sampai tanah kita dikuras, tapi masyarakatnya tidak mendapatkan apa-apa,” tegas Ahmadul.
Sebagai seorang advokat, Ahmadul mengkritisi keras lemahnya pengawasan dan transparansi di sektor pertambangan. Ia menyoroti bahwa Undang-Undang Pertambangan yang telah berulang kali diamandemen, mulai dari UU No. 11 Tahun 1967 hingga UU No. 3 Tahun 2020, belum terbukti membawa kesejahteraan bagi masyarakat daerah.
“Semuanya berubah, tapi apakah rakyat Sumbawa menikmati hasilnya? Ini fakta yang tidak bisa kita diamkan,” ujarnya.
Ahmadul juga menyinggung rencana penempatan konveyor tambang di wilayah Kabupaten Sumbawa yang dinilainya janggal karena minim keterbukaan.
“Jika benar konveyor akan ditaruh di Sumbawa, mengapa tidak ada transparansi? Jangan ada kesan masyarakat hanya jadi penonton di tanahnya sendiri. Setiap aktivitas tambang di Sumbawa harus terbuka dan dapat diakses publik,” tegasnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa tanggung jawab pengawasan tidak hanya berhenti pada AMNT, tetapi juga harus mencakup perusahaan lain seperti SJR dan operasional tambang lainnya di Sumbawa.
“Kita tidak boleh lengah. Semua aktivitas tambang, siapa pun perusahaannya, harus diawasi secara ketat. Jangan biarkan kekayaan alam kita hanya meninggalkan lubang dan debu,” tandas Ahmadul.
Menutup pernyataannya, Ahmadul menyerukan kebangkitan kesadaran kolektif. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat di 157 desa dan 8 kelurahan se-Kabupaten Sumbawa untuk aktif mengawal sumber daya alam daerah.
“Ini saatnya kita kawal kekayaan daerah kita sendiri. Dengan semangat Sabalong Samalewa, kita pertahankan hak rakyat dan martabat Kabupaten Sumbawa,” pungkasnya.


