Opini

Menjaga Marwah Koperasi dan Transparansi Pembagian SHU di Lantung

RIZKI ARIANSYAH
Pemuda Desa Lantung, Mahasiswa, Aktivis LMND Sumbawa.

Sebagai pemuda Desa Lantung yang juga berstatus sebagai mahasiswa dan tergabung dalam organisasi nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), saya merasa terpanggil untuk menyampaikan pandangan kritis mengenai mekanisme pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) yang baru-baru ini dilaksanakan di wilayah kita. Pandangan ini saya sampaikan sebagai bentuk kepedulian terhadap tata kelola lembaga ekonomi rakyat dan komitmen moral untuk memastikan praktik yang terjadi tetap sesuai prinsip demokrasi, transparansi, dan kepentingan masyarakat.

Pertama, secara regulasi, koperasi diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. SHU hanya dapat dibagikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan hanya dapat dilaksanakan oleh pengurus koperasi.
Hal ini mensyaratkan bahwa:

  1. Koperasi harus benar-benar sudah menghasilkan keuntungan,
  2. Laporan keuangan harus disusun dan diverifikasi,
  3. Keputusan pembagian harus disahkan melalui mekanisme RAT.

Dalam konteks koperasi di Lantung yang baru beroperasi namun langsung membagikan SHU, tentu wajar jika masyarakat bertanya:
Apakah koperasi sudah menghasilkan keuntungan yang layak?
Di mana laporan keuangannya?
Kapan RAT memutuskan pembagian SHU tersebut?

Ini pertanyaan mendasar dan sah secara hukum, bukan tuduhan. Masyarakat berhak tahu bagaimana dana publik dikelola, terutama jika jumlahnya besar dan melibatkan ribuan penerima.

Kedua, saya perlu menyoroti proses pembagian SHU yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Meskipun pelibatan pejabat dalam acara seremonial tidak dilarang, namun pembagian SHU bukanlah bagian dari tugas pokok dan fungsi aparat kepolisian. Koperasi harus tetap menjadi lembaga yang mandiri, demokratis, dan bebas dari intervensi pihak luar, terutama dalam wilayah operasional dan pengelolaan dana.

Kehadiran aparat dalam posisi simbolis adalah hal wajar, tetapi ketika aparat justru tampil sebagai pihak yang menyerahkan SHU, hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa koperasi tidak sepenuhnya independen. Ini berpotensi menimbulkan persepsi bahwa ada kepentingan di luar koperasi yang ikut bermain dalam proses tersebut. Sebagai mahasiswa dan anggota LMND yang memiliki komitmen terhadap demokrasi rakyat, saya memandang bahwa batas-batas peran ini harus ditegakkan secara tegas.

Ketiga, saya mengajak pengurus koperasi untuk membuka ruang transparansi yang lebih besar kepada masyarakat. Publik—terutama anggota koperasi—berhak melihat:

  1. Laporan keuangan koperasi,
  2. Keputusan resmi RAT,
  3. Mekanisme penentuan penerima SHU, serta alur distribusi dana yang digunakan.

Semua ini penting untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman dan menjaga kepercayaan masyarakat. Koperasi yang bergerak di sektor strategis seperti pertambangan rakyat harus mampu menunjukkan tingkat transparansi yang lebih tinggi daripada koperasi biasa.

Sebagai pemuda, mahasiswa, dan kader organisasi nasional yang fokus pada demokrasi dan keadilan sosial, saya menyampaikan kritik ini dengan harapan agar koperasi di Lantung dapat menjadi lembaga ekonomi rakyat yang benar-benar berpihak kepada masyarakat, bukan sekadar seremonial atau alat kepentingan jangka pendek. Saya percaya bahwa dengan tata kelola yang baik, transparansi, dan penghormatan pada aturan hukum, koperasi kita dapat menjadi contoh positif bagi daerah lain.

Kritik ini saya sampaikan dengan niat baik, demi kebaikan desa kita dan demi terciptanya tata kelola koperasi yang sehat dan bermartabat.

Related Articles

Back to top button