Hukum KriminalOpiniPolitik

Ketika Affan Gugur dan Kompol Kosmas Dihukum: Dua Korban, Satu Tragedi Bangsa

Catatan kesadaran M Iqbal Muthalib

Mereka adalah sama-sama korban. Yang satu akan selalu kita kenang ( Affan ), dan yang satunya, Kompol Kosmas, tetap akan saya hormati dengan salam tangan tegak. Angkat kepalamu, Kompol. Tunjukkan kebesaran jiwamu. Meskipun pengabdianmu diberhentikan, kau bukanlah pengkhianat yang bersembunyi. Hapsah Prabu prajurit pantang berkhianat pada pemimpinnya.

Dia seorang ayah, seorang suami. Kebencian seluruh negeri hari ini menumpah kepadanya dan anggotanya. Bagaimana ia menangis, memikul beban yang tidak pernah ia inginkan, yang sama sekali tidak ia harapkan. Namun keadaan menakdirkannya harus menerima dengan lapang dada.

Kompol Kosmas adalah seorang pengabdi bangsa. Tak lebih dari apapun, ia tetap manusia biasa. Menghukumnya memang harus, tetapi menghukumnya juga harus dengan keadilan. Membencinya memang wajar, tetapi sadarlah, ia berada dalam khilaf manusia. Takdir telah diatur oleh Allah, manusia hanya menjalankan alurnya.

Kompol Kosmas dan Affan adalah korban. Mereka tidak saling kenal, tidak berjanji di jalan, namun dipertemukan oleh tragedi. Keduanya korban pengkhianat bangsa yang hari ini bersembunyi di luar negeri, di rumah mewah, pantai-pantai indah, mungkin sedang menikmati makanan mahal yang bahkan Kompol Kosmas dan Affan tak pernah rasakan.

Mereka korban kebiadaban penjahat negara. Penjahat yang tidak pernah membangun negeri, hanya merampoknya. Mereka yang tidak bekerja, tidak peduli, namun menguasai semua lini untuk menghancurkan. Mereka mengadu domba, memfitnah, membunuh, membungkam, semua demi kepentingan.

Merekalah musuh negara: yang merusak hutan, mengeruk gunung, mencemari air, memperjualbelikan jabatan, dan membuat keributan setiap kali terusik. Mereka iblis yang bersembunyi di balik tembok megah, tidak tersentuh, sementara rakyat dan aparat saling berbenturan.

Kompol Kosmas dan Affan berbeda nasib, namun sama-sama berpilu. Affan gugur meninggalkan dunia, dan Kosmas terpaksa menerima hukuman di dunia. Mungkin kelak, jika keduanya bertemu, mereka akan saling menyapa, saling meminta maaf, berpelukan, tertawa. Karena sejatinya, mereka berdua hanya dikorbankan.

Tragedi ini adalah cermin bagi kita semua: bahwa kebenaran dan keadilan sering kali terjebak dalam permainan kekuasaan. Janganlah kita salah meletakkan benci. Jangan kita habiskan amarah untuk mereka yang sama-sama terperangkap dalam nasib, sementara dalang sejatinya hidup bebas tanpa tersentuh.

Biarlah kisah Affan menjadi doa, dan kisah Kompol Kosmas menjadi pelajaran. Bahwa manusia bisa salah, tapi kita wajib jujur melihat siapa sebenarnya musuh negeri. Mari sadari: bangsa ini tidak akan runtuh oleh rakyatnya sendiri, melainkan oleh pengkhianat yang bersembunyi di balik topeng kuasa.

NTB

surel: fokusntb@gmail.com

Related Articles

Back to top button