Sumbawa, Fokus NTB – Festival Film Sumbawa pada kali pertama menyelenggarakan
webinar berskala nasional dua hari berturut-turut pada tanggal 18 dan 19 Oktober 2021.
Program ini bertujuan untuk menjaring para peminat film berskala nasional untuk membahas tema FFS #3: Perempuan, Alam, dan Ketahanan Budaya melalui sudut pandang seorang budayawan dan kurator kontemporer. Pelaksanaan seminar ini berlokasi di Studio Kreatif Sumbawa Cinema Society – Kronik Sumbawa, Lingkungan Bukit Harapan, Keluarahan Samapuin.
Sesi pertama dalam webinar ini (18/10) menghadirkan budayawan Taufik Rahzen, yang
membahas tentang bagaimana interaksi antara manusia dan alam memiliki pola dan penanda
dalam kebudayaan, sehingga di setiap situasi yang penuh tantangan akan muncul adaptasi-
adaptasi baru yang akan melahirkan kebudayaan baru. Dalam perbincangannya, Taufik Rahzenmengeksplorasi tentang Sumbawa sebagai sebuah Kawasan yang sangat potensial untuk sebuah pemikiran invoasi kreatif. Sebagai seorang budayawan kelahiran Sumbawa, Taufik Rahzen menghabiskan beberapa waktu di tempat-tempat yang berbeda dalam perjalanan
hidupnya yaitu di Jember dan Yogyakarta. Selain itu, beliau juga penulis yang pernah menulis
beberapa judul buku, dua diantaranya “Tanah Air Bahasa : Seratus Tahun Jejak Pers Indonesia”
da “Kronik Kebangkitan Indonesia 1913-1917”. Menariknya, beliau menghabiskan setengah
usianya dengan berziarah ke pusat-pusat peradaban dunia seperti Baghdad, Yerussalem, Tibet, India, dan Jepang.
Dalam kesempatannya memberi materi, Taufik Rahzen memberikan pemaparan nilai akar budaya manusia secara konteks bukan secara tubuh. Bagaimana peristiwa bencana besar
dapat mempengaruhi arah kehidupan. Semisalnya dalam bencana letusan gunung Toba sekitar 77.000 tahun yang lalu, letusan ini menjadi salah satu letusan terdahsyat dalam sejarah kehidupan manusia. Akibat yang dirasakan alam dan makhluk hiduppun sangat besar, ketika itu bahkan ada hasil penelitian yang dilakukan oleh Michael R. Rampino dan Stephen Self yang mengatakan bahwa populasi manusia mengalami penyusutan yang sangat dahsyat.
Dalam konteks daerah Sumbawa, letusan gunung Tambora juga menjadi ingatan
dominan di tengah masyarakat dunia, bagaimana hasil dari kejadian bencana besar tersebutmenyebabkan 3 tahun tanpa musim panas dan menyebabkan banyak manusia mati kelaparan, bahkan sejarah juga menceritakan bahwa letusan Tambora menjadi alasan kekalahannya Napolen Bonaparte. Sisi lain dar gelapnya dampak letusan Tambora yang dahsyat, manusia mencari cara bagaiman harus tetap berkativitas ketika semua hewan peliaharannya mati kelaparan akibat musim dingin yang berkepanjangan, akhirnya mereka menemukan alat bantu yang kemudian menjadi asal muasal sepedah dengan cara kerja yang masih sangat sederhana.Adapun akhirnya tercipta sebuah kawasan teluk shaleh yang memberikan pemandangan biota
laut yang indah sampai dinobatkan sebagai aquarium terbesar di dunia. Harapan pemateri yang menyinggung keterkaitan peristiwa alam dengan peradaban manusia adalah bahwa manusia selalu punya insting cerdas untuk memahami kekuatan destruktif untuk melakukan sebuah transformasi yang membuatnya mempertahankan spesiesnya. Kemampuan memahami lingkungan sekitar menurut Taufik Rahzen bisa dijadikan
ide cerita dalam proses produksi film, sedangkan film adalah medium yang efektif unuk menyampaikan sebuah pesan.
“Festival Film Sumbawa adalah langkah tepat untuk pemajuan budaya melalui disiplin
seni visual yang populer. Sehingga ide yang tersebar banyak di sekitar pulau Sumbawa bisa
dihimpun, dengan begitu naskah tentang ke-Sumbawa-an bisa bersanding dengan naskah-naskah dunia yang telah diakui,” pungkasnya.