GMNI Sumbawa Barat Tolak Kenaikan Harga BBM

Indra Setya Budi
Kader GMNI Sumbawa Barat
Kebijakan pemerintah yang telah menaikan harga BBM, harus dibatalkan, sudah selayaknya pemerintah mengkaji ulang dan membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi yang dianggap justru membenani rakyat.
Ada delapan poin argumentasi yang menjadi alasan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) menolak kenaikan harga BBM.
Pertama, GMNI menilai pemerintah tidak transparan soal subsidi energi untuk BBM selama ini. GMNI tidak percaya subsidi BBM mencapai Rp 502,4 triliun.
Kedua, GMNI mengamati saat ini terjadi tren penurunan harga minyak dunia. Jika tren ini terus berlanjut, tidak ada alasan bagi pemerintah memotong subsidi BBM.
Ketiga, GMNI menyatakan harga BBM bersubsidi di Indonesia bukanlah termasuk yang termurah di dunia. Mengacu pada sumber situs Global Petrol Prices per 29 Agustus. Indonesia tidak masuk 10 besar negara dengan harga BBM termurah di dunia.
Harga BBM paling murah sebesar 0,022 dollar AS per liter di Venezuela, dan paling mahal sebesar 2,981 dollar AS per liter di Hong Kong. Sementara di Asia Tenggara, harga BBM paling murah adalah USD 0,457 per liter di Malaysia, lalu USD 1,077 per liter di Vietnam, barulah USD 1,163 per liter di Indonesia.
Di Indonesia, banyak yang masih berusaha memulihkan kondisi ekonominya setelah dampak pandemi COVID-19. Kenaikan harga BBM memberatkan rakyat. Selanjutnya, GMNI menyoroti potensi inflasi akibat kenaikan harga BBM. Bila inflasi naik, kesejahteraan masyarakat akan menurun dan orang miskin akan bertambah.
Poin kelima, GMNI mengkritik politik subsidi BBM pemerintah Indonesia. Bila politik luar negeri dan diplomasi ekonomi dijalankan secara strategis, maka investor dapat membantu membuka ladang minyak baru di Indonesia.
Gejolak harga minyak global bisa ditekan di sisi hulu (upstream), apabila pemerintah mendorong Pertamina untuk lebih giat melakukan eksploitasi ladang-ladang migas baru.
GMNI KSB juga menilai polgitik energi nasional belum berdaulat, Indonesia masih bisa didikte oleh asing. Seperti dalam kasus rencana pembelian minyak mentah dari Rusia.
GMNI mengkritik bengkaknya APBN sebagai tata kelola produksi minyak mentah yang tidak berlandaskan semangat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Mereka juga mengkritik alokasi anggaran untuk hal lain.
Pemerintah justru memilih mengalokasikan anggarannya untuk IKN yang tidak ada kaitannya dengan pemulihan penderitaan rakyat akibat COVID-19 dan kenaikan harga bahan pokok.
Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dikucurkan untuk meringankan beban rakyat karena BBM naik dinilai rawan penyelewengan. Selain itu, pemilu sudah semakin dekat. GMNI khawatir anggaran bansos menjadi makanan elite politik.
Ditambah, kondisi saat ini menjelang perhelatan Pemilu 2024, semakin menguatkan asumsi akan kekhawatiran kita bahwa pengalihan subsidi BBM menjadi BLT akan menjadi ajang bajakan untuk dana politik elite KIB yang berkuasa di pemerintahan saat ini. (DA/Red)