
Sumbawa, Fokus NTB – Komunitas Sumbawa Cinema Society atau lebih dikenal dengan SCS akhir tahun ini akan memproduksi film pendek cerita bertajuk “Menari Seirama Ombak” yang berkisah tentang ketahanan dan kesetiaan seorang perempuan terhadap warisan budayanya yaitu tarian tradisi laut. Terinspirasi dari kisah nyata seorang perempuan muda pewaris tari tradisi Joge Bungin, film ini akan mengisahkan tentang manis getir bertahan menjaga tradisi leluhur yang perlahan-lahan tergilas oleh zaman.
Produser “Menari Seirama Ombak”, Yuli Andari Merdikaningtyas, mengatakan bahwa Menari Seirama Ombak adalah film cerita pendek yang mencoba menjelaskan secara sederhana tentang makna tari sebagai bagian dari kearifan lokal orang Bajau di Sumbawa, NTB yang saat ini masih bertahan namun sangat rentan terhadap kepunahan.

“Riset dan pengamatan yang pernah saya lakukan lebih dari sepuluh tahun lalu saat membuat film dokumenter “Bulan Sabit Di Tengah Laut (Yuli Andari, 2007) masih sangat relevan dengan isu saat ini. Awalnya, saya melihat bahwa kesenian tradisional ini sangat sulit meregenerasi karena banyak perempuan yang tidak tahan digembleng pakem tarian yang sulit. Tidak hanya penari, namun juga pemain musik tradisionalnya pun sangat sulit memiliki penerus. Namun di masa kini, justru gempuran globaliasi dan budaya populer yang menurut saya paling menguji daya tahan para perempuan muda pelestari Joge Bungin ini,” tutur Andari.
Joge Bungin adalah sebuah tarian yang menggunakan alat musik tradisional dimana bunyi alat musik tiup sangat menonjol. Suaranya mendayu-dayu memunculkan hasrat ingin menari atau berkontemplasi. Joge Bungin ditarikan oleh 5 – 7 perempuan dewasa. Tarian ini bukan saja sebagai hiburan, namun juga merupakan tarian sakral yang ditarikan pada ritual-ritual Suku Bajo yang berhubungan dengan daur hidup maupun penyembuhan. Pada acara Tibaraki, misalnya, Joge Bungin diartikan sebagai ritual tentang keseimbangan antara hubungan antara alam dan manusia Bajau. Pipiyu atau peniup serunai khas Bajau dapat memanggil roh leluhur yang datang dari laut untuk memberikan petunjuk pada saat alam sudah tak lagi harmonis dengan manusia.
Suku Bajau mendominasi wilayah Barat Pulau Sumbawa, menempati sebuah pulau kecil bernama Bungin. Pada masa Kesultanan, orang-orang Bajau di bawah Panglima Mayu adalah pasukan atau panji laut Kesultanan Sumbawa dalam memberantas Bajak Laut yang datang dari Selat Malaka dan menjadi penghalang komoditas ekonomi Kesultanan Sumbawa. Tarian khas pulau ini yaitu Joge Bungin, adalah persembahan utama apabila Kesultanan mengadakan upacara besar seperti Penobatan Sultan. Terakhir, Joge Bungin ditampilkan pada tahun 2011 saat Penobatan Sultan Sumbawa ke-18, Dewa Masmawa Muhammad Kaharuddin IV.
Naskah “Menari Seirama Ombak” terpilih bersama 17 naskah lainnya dalam Open Call Layar Perempuan Indonesiana TV yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Media Kebudayaan (BMK) yang beraktivitas dibawah Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Dirjen Kebudayaan, Kemendikbudristek. Setelah melaksanakan Bimtek di Jakarta pada tanggal 21 – 23 September 2023, kru akan melaksanakan produksi di bulan Oktober mendatang.