
Sumbawa Besar, Fokus NTB – Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) NW Samawa kembali menunjukkan komitmennya dalam melestarikan budaya lokal melalui partisipasi di Pawai Alegoris peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia.
Tahun ini, STAI NW Samawa mengusung tema: “Adat Nyorong, Rabalas Lawas, dan Gentao”.Di tengah jalannya pawai, rombongan STAI NW Samawa sambil menampilkan display yang memperkenalkan dua tradisi penting dalam kehidupan masyarakat Sumbawa, yakni Adat Nyorong dan Gentao.
Nyorong adalah tradisi adat Suku Samawa yang menjadi simbol penghormatan dan silaturahmi dalam pernikahan. Dalam prosesi ini, keluarga mempelai pria membawa berbagai hantaran berupa makanan, hasil bumi, dan perlengkapan rumah tangga kepada keluarga mempelai wanita. Hantaran tersebut bukan sekadar pemberian materi, tetapi sarat makna kebersamaan, saling menghargai, serta mempererat ikatan kekeluargaan.
Melalui pawai ini, STAI NW Samawa ingin memperkenalkan dan melestarikan tradisi luhur Nyorong agar tetap hidup di tengah masyarakat dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Sementara itu, Gentao ditampilkan bukan sekadar sebagai seni bela diri, melainkan sebagai filosofi hidup masyarakat Samawa. Setiap gerakan Gentao mengandung makna spiritual: langkah kaki yang menapak tanah mengingatkan manusia akan asal-usulnya, tebasan tangan menjadi simbol penyucian hati dari kesombongan, kuda-kuda yang kokoh mengajarkan keteguhan dalam menegakkan syariat, sedangkan pernafasan yang teratur adalah dzikir yang mengetuk pintu langit. Dalam Gentao, kemenangan bukanlah menjatuhkan lawan, melainkan menegakkan marwah, menjaga adat, dan menyempurnakan akhlak. Puncak dari segala jurus adalah ketundukan, bukan pada manusia, melainkan kepada Allah Yang Maha Perkasa.
Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan STAI NW Samawa, Bapak Muji Agus Sofiyandi, M.Pd, menyampaikan bahwa keikutsertaan mahasiswa dalam pawai alegoris merupakan sarana belajar sekaligus bentuk bakti kampus kepada bangsa dan budaya.
“Partisipasi mahasiswa dalam kegiatan ini adalah ruang pembelajaran yang berharga. Mereka tidak hanya belajar tentang organisasi dan kebersamaan, tetapi juga menanamkan rasa cinta tanah air serta kebanggaan terhadap identitas bangsa dan budaya lokal. Kami ingin mahasiswa STAI NW Samawa menjadi generasi religius, berbudaya, sekaligus nasionalis,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Kepala Pusat Penjaminan Mutu (P2M) STAI NW Samawa, Bapak Abdul Haris, M.Pd.I, menambahkan bahwa pawai alegoris menjadi momentum penting memperlihatkan peran kampus dalam melestarikan budaya dan memperkuat kebersamaan.
“STAI NW Samawa berkomitmen untuk selalu hadir di tengah masyarakat, tidak hanya lewat pendidikan dan pengabdian, tetapi juga melalui tradisi kebangsaan seperti pawai alegoris ini. Dengan memperkenalkan Nyorong dan Gentao, kami ingin menunjukkan bahwa perguruan tinggi Islam punya kontribusi besar dalam menjaga budaya, persatuan, dan semangat kemerdekaan,” ujarnya.
Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) sekaligus Koordinator Lapangan pawai, Fahrizal Nur Efendi, menegaskan bahwa keterlibatan mahasiswa tidak hanya sebatas partisipasi, melainkan juga bentuk tanggung jawab moral generasi muda untuk menjaga warisan leluhur.
“Kami sebagai mahasiswa merasa bangga bisa membawa identitas budaya Samawa di panggung pawai alegoris. Ini adalah bentuk nyata bahwa mahasiswa STAI NW Samawa siap menjadi garda terdepan dalam merawat tradisi, memperkuat ukhuwah, serta menghidupkan kembali nilai-nilai lokal agar tidak tergerus zaman. Semoga semangat ini menjadi motivasi bagi generasi muda untuk terus melestarikan adat dan memperkuat nasionalisme,” tegasnya.
Kehadiran STAI NW Samawa dalam pawai ini menjadi penegasan bahwa kampus bukan hanya pusat ilmu pengetahuan, tetapi juga benteng pelestarian budaya dan penguat harmoni sosial dalam bingkai kebangsaan.
