Museum Bala Datu Ranga Gelar Program Belajar Budaya Samawa

Sumbawa, Fokus NTB – Setelah diluncurkan pada hari Sabtu (2/8) lalu, program publik “Belajar Bersama Seniman dan Praktisi di Museum” langsung diimplementasikan. Sebanyak 152 siswa penerima manfaat program ini beserta belasan guru mereka tiap sore secara bergantian sesuai jadwal melakukan latihan pada lima jenis kesenian tradisional yaitu Sakeco, Gong Genang, Tari Nguri, Badede/Melangko, dan Satera Jontal. Tiap sore anak-anak ini tampak antusias. Setelah selesai shalat Ashar, latihan pun dimulai.

Kelas Gong Genang sedang berlatih di Ruang Ekspresi Budaya, Museum Bala Datu Ranga
Pelataran ekspresi budaya yang terletak di sebelah barat Bangunan Cagar Budaya dan Museum Bala Datu Ranga menjadi tempat berlangsungnya latihan gong genang. Seniman pengampu yang dipimpin oleh Bapak Hendra Sofyan, S.Sn., mulai latihan dengan teknik menabuh gendang, kemudian ada beberapa anak yang bertugas memukul gong, serta kelompok anak yang mengalunkan serunai. “Latihan awal ini memerlukan konsentrasi, fokus, dan memerlukan ketekunan. Jadi hal tersebut yang kita tekankan pada anak-anak,” kata seniman yang akrab disapa Ao ini.
Paralel dengan latihan Gong Genang, kelas Satera Jontal yang diikuti oleh 20 siswa menempati ruang depan Bala Datu Ranga karena membutuhkan konsentrasi dan ketenangan dalam mempelajari prinsip-prinsip dasar bahasa dan sastra Sumbawa ini. “Semua ini berdasar pada Basa Samawa atau Bahasa Sumbawa karena aksara lokal ini dieja dengan suku kata Basa Samawa. Jadi paling penting anak-anak yang belajar harus bisa dan mengerti Bahasa Sumbawa terlebih dahulu,” jelas Bapak Abdul Hakim, S.Pd., guru sekaligus seniman yang biasa dipanggil Guru Nick ini. Suasana belajar kelas Satera Jontal ini lebih santai dan tenang. Beberapa guru pendamping sekolah juga ikut berlatih. Mereka memiliki tanggung jawab untuk mendampingi peserta didik dalam melancarkan materi yang diterima.

Kelas Satera Jontal sedang mendengar materi dari Bapak Abdul Hakim, S.Pd., berlatih di Ruang Depan Museum Bala Datu Ranga
Kelas Sakeco di hari kedua mulai menunjukkan kekompakan dan kesungguhan dalam berlatih mempelajari lawas atau puisi pendek berbahasa Sumbawa. Dengan telaten dan sabar, Bapak Ariffianto, S.Sn. mengajari anak-anak menghafal lirik lawas dan lagunya. Kemudian tiap tim sekolah berlatih menghafal dan menyanyikannya dengan tepat. “Dalam kelas saya pertemuan pertama hingga pertemuan kelima adalah penentu dari berhasil atau tidaknya peserta ini belajar Sakeco. Jika serius dari pertemuan pertama maka akan gampang mengikuti materi-materi selanjutnya. Saya harap pesertanya tidak berganti-ganti karena yang ketinggalan akan kesulitan mengikuti dan menyesuaikan,” kata pelatih yang sudah memiliki jam terbang internasional ini.
Semangat besar dan rasa antusiasme anak-anak dalam belajar seni tradisional Sumbawa ini sangat membahagiakan Kepala Museum Bala Datu Ranga. Yuli Andari Merdikaningtyas, M.A menyatakan rasa gembira, terharu, dan semangatnya ketika melihat proses yang dialami anak-anak partisipan program Belajar Bersama Seniman dan Praktisi di Museum ini. “Setiap hari saya memantau proses belajar anak-anak ini. Semua luar biasa. Sakeco di hari kedua sudah menunjukkan kemajuan yang membanggakan. Anak-anak bisa menghafal syair dan melagukannya. Begitu pula dengan Kelas Satera Jontal dan Kelas Gong Genang, semua peserta punya rasa antusiasme yang tinggi untuk mengenal seni budaya tradisional Sumbawa. Inilah yang sama maksud sebagai proses regenerasi sedang berlangsung,” ujar Andari, begitu Kepada Museum Bala Datu Ranga ini biasa dipanggil.
Berkaitan dengan kendala, Yuli Andari mengatakan bahwa untuk materi pembelajaran sampai saat ini belum ada kendala apapun. Namun persoalan fasilitas dan ruang seadanya yang dimiliki Museum Bala Datu Ranga bisa menjadi satu persoalan yang harus diprioritaskan untuk ditambah dan dikembangkan. “Kami memiliki ruang ekspresi budaya yang masih sangat sederhana, ibaratnya anak-anak sore hari belajar Gong Genang dan Tarian di luar ruangan dengan duduk atau berlatih di atas paving block dengan karpet sederhana. Sedangkan Sakeco dan Satera Jontal menempati ruang depan bangunan yang paginya digunakan sebagai ruang pamer. Namun, kekurangan ini bukan apa-apa jika melihat semangat anak-anak ini belajar,”ujar Andari.
“Kedepannya, kami berharap ada pengembangan fasilitas terutama untuk infrastruktur ruang ekspresi budaya. Ada kebutuhan akan panggung kecil, background, dan penataan sekeliling pelataran ekspresi budaya misalnya ada bangku-bangku yang dapat digunakan oleh penonton menyaksikan pertunjukan. Pelan-pelan kita benahi, semoga ada donator atau sponsor yang membantu pengembangan fasilitas di sekitar Museum Bala Datu Ranga ini untuk pemajuan kebudayaan Sumbawa melalui regenerasi seni tradisional.”